Produsage & Collective Intelligence

0 Comments
            Konvergensi media dalam perkembangannya telah menciptakan lingkungan Web 2.0, yang mana memungkinkan terjadinya kolaborasi online dan terjadinya proses saling berbagi informasi antar pengguna. Hal ini berhubungan dengan konsep produsage, yang sedikit demi sedikit mulai menggeser era industri ke arah era informasi, dimana para pengguna dengan bebas dapat memproduksi kontennya sendiri ataupun ikut dalam pembuatan dan praktik pengembangan konten kolaboratif yang ditemukan di lingkungan informasi kontemporer (Bruns, 2007). User-led content saat ini berlangsung di berbagai lingkungan online. Mulai dari konten individual yang dimuat di lingkungan blog, sampai situs kolaboratif terpusat seperti Wikipedia. Dari beragam lingkungan online tersebut, sering ditemukan adanya collective intelligence, dimana setiap orang memberikan informasi yang ia ketahui dan mengambil informasi yang tidak ia ketahui dari orang lain, karena tidak ada manusia yang mengetahui segala sesuatunya sendiri (Jenkins, 2006). Terbentuknya collective intelligence ini, mengimplikasikan cara-cara baru dari pada pengguna internet dalam mengumpulkan dan menyatukan sebuah informasi menjadi sebuah informasi yang utuh dan komprehensif. 

            Lingkungan Web 2.0 berhubungan erat dengan lairnya sebuah konsep baru yaitu Citizen Journalism, dimana pengguna dapat berperan sebagai jurnalis dan memproduksi beritanya sendiri, baik itu melalui media pribadinya seperti blog, maupun melalui kanal lain seperti misalnya kompasiana. Dalam praktiknya, tidak jarang penulisnya bukan berasal dari ‘background’ jurnalisme, namun dengan mudahnya distribusi global memungkinkan pendapat alternatif dari media besar ini untuk terjadi. Citizen journalism dapat juga dikatakan sebagai alternative journalism, yang mana sering membangun, memperdebatkan, dan mengkritik laporan jurnalistik-jurnalistik dari media mainstream. Namun, kritik akan minimnya ‘gatekeeper’ dan kurangnya akurasi yang ada didalam citizen journalism, dikhawatirkan akan membentuk pemahaman yang keliru bagi para pembacanya. Meskipun biasanya tersedia kolom komentar, sehingga pengguna lain dapat memberikan tanggapan dan masukan atau kritikan terhadap suatu berita amatir tersebut, tetapi pentingnya prinsip verifikasi dan akurasi dalam jurnalistik juga harus menjadi pertimbangan utama sebelum sebuah berita dipublikasikan.  
            Selain lahirnya citizen journalism di ranah digital, media massa konvensional juga mulai bertransformasi ke arah digital. Hal ini didorong oleh potensi besar yang dimiliki oleh media berbasis online. Besarnya angka pengguna internet di Indonesia dan dunia, menjadi faktor utama bergesernya media basis cetak ke arah online. Berhubungan dengan periklanan, komoditas yang ditawarkan media online kepada para pengiklan adalah traffic. Semakin tinggi traffic sebuah media online, maka semakin tinggi angka pendapatan yang akan diterima oleh sebuah media online. Selain itu, permintaan dari para pengguna yang tinggi akan sesuatu yang serba cepat dan ‘gratis’ juga mempengaruhi pergeseran yang terjadi pada media massa konvensional ke ranah digital.

Referensi:
Bruns, Axel (2007) Produsage: Towards a Broader Framework for User-Led Content Stanford d.School, An Introduction to Design Thinking: Process Guide https://dschool.stanford.edu/sandbox/groups/designresources/wiki/36873/attachments/74b3d/ModeGuideBOOTCAMP2010L.pdf
Henry Jenkins, Convergence Culture: Where Old Media and New Media Collide, (New York: New York University Press, 2006)


You may also like

No comments: