Konvergensi
media, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan di minggu lalu, melalui new
media menciptakan budaya baru yaitu “participatory culture”. Budaya ini lahir
dipengaruhi erat dengan hadirnya media internet yang memungkinkan para konsumen
untuk dapat memproduksi kontennya sendiri dan biasanya disebut dengan istilah “prosumer”.
Berkembangnya prosumer di internet seperti sekarang ini ternyata tidak hanya memiliki
dampak baik, namun juga memiliki dampak buruk. Dampak baik dari prosumer,
seperti yang telah kita ketahui, adalah semakin berkembangnya kreatifitas dari
konsumen, serta memudahkan konsumen untuk berekspresi dan didengar oleh banyak
orang. Namun, dengan semakin mudahnya mengakses informasi maupun konten di
internet, maka semakin banyak pula terjadi kasus pelanggaran hak cipta.
Pelanggaran
hak cipta adalah pengambilan atau penggunaan karya berhak cipta tanpa izin dari pemegang hak cipta untuk kepentingan
pribadi dan/atau kelompok tertentu. Pelanggaran hak cipta sering kali ditemukan
dalam penggunaan internet, terutama pada platform-platform social media seperti
Youtube, Instagram, Blogger, Wordpress, dan lain sebagainya. Banyak dari
pengguna social media ini yang mengambil, menggunakan, atau mengunduh
konten-konten tertentu tanpa mencantumkan nama dari pencipta asli konten
tersebut. Selain itu, tidak sedikit juga pelanggaran hak cipta yang dinilai
sangat merugikan pemegang hak ciptanya terutama secara materi seperti
pembajakan Film maupun Musik pada situs-situs illegal, yang akan berdampak
langsung pada penjualan dari konten asli yang di produksi oleh pemegang hak
cipta. Hal ini dapat disebabkan juga oleh rendahnya pengaplikasian nyata dari
regulasi maupun hukum yang mengatur mengenai pembajakan dan plagiarisme.
“Patry
ecplains fair use as integral to the social utility of copyright to “encourage..learned
men to compose and write usefeul books” by allowing a second author to use,
under certain circumstances, a portion of a prior author’s work, where the
second author would himself produce a work promoting the goals of copyright
(Patry 4-5).”
Selain adanya konsep hak cipta, terdapat juga konsep
“fair use” dimana pengutipan atau
penggunaan sebuah hasil karya untuk tujuan akademis dan tidak komersil
diperbolehkan dengan syarat pencantuman referensi untuk menghindari plagiarisme.
Contoh-contoh dari fair use ini, sering kita temui dalam lingkungan akademik
dimana biasanya mahasiswa boleh menggunakan buku dari penulis sebelumnya
sebagai referensi maupun argumen untuk melengkapi karya pribadinya sendiri
dengan tidak lupa mencantumkan referensi dari buku apa yang dikutipnya
tersebut.
Kasus
dari pelanggaran hak cipta tidak selalu menempatkan prosumer sebagai pelanggar
maupun organisasi resmi dan ternama menjadi yang “dilanggar”. Sedikit
berhubungan dengan dunia periklanan dan marketing atau promotion, terdapat satu
kasus dimana perusahaan besar seperti Warner
Bros yang dituntut oleh Nyan Cat dan Keyboard Cat karena dianggap mengambil hasil karyanya tersebut
tanpa izin. Dalam salah satu rangkaian Game
keluaran Warner Bros, Scribblenauts, perusahaan ini diduga
telah menggunakan animasi Nyan Cat dan Keyboard Cat secara sengaja tanpa izin dari
pemegang hak cipta untuk kepentingan promosi dan memasarkan game ini. Kasus ini
akhirnya dapat diselesaikan dan kedua meme
tersebut akan tetap digunakan untuk kepentingan games tersebut, namun para
pencipta dari keduanya, Nyan Cat dan Keyboard Cat, sekarang akan diberikan
bayaran akan penggunaan dari hasil karyanya tersebut.
Morbi leo risus, porta ac consectetur ac, vestibulum at eros. Fusce dapibus, tellus ac cursus commodo, tortor mauris condimentum nibh, ut fermentum massa justo sit amet risus.